Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2023

100 TAHUN DIPA NUSANTARA AIDIT

Yang penting dari Aidit adalah pelajaran tentang realisme politik. Politik yang tak was-was dengan situasi yang berubah ubah.  Oleh: Ragil Nugroho (Bukan Mantan PRD) Siapa nyana anak pemuka agama ini suatu hari menjadi ketua partai komunis terbesar ketiga di dunia. Siapa lagi kalau bukan Dipa Nusantara Aidit. Fotonya selalu tampil dengan rambut yang klimis. Tak memelihara kumis seperti Stalin, ia tampak lebih cocok sebagai intelektual dibandingkan pemimpin partai ploretariat. Tak jelas kapan nama Dipa Nusantara mulai ia sematkan untuk menggantikan kata Achmad di depan Aidit. Mungkin ia ingin tampil lebih nasionalis.  Karl Marx ada benarnya, komunis adalah hantu. Sosok hantu adalah sosok yang ditakuti di malam hari. Sosok hantu juga digunakan untuk menakut-nakuti. Maka komunis selalu hadir dalam ruang cemas kehidupan manusia yang fana. Ia hadir untuk menjawab apakah sorga bisa hadir di muka bumi. Tentu tak mudah menjawab. Sejak sosialis utopis Saint-Simon, komune Paris, Manifesto Komuni

BUDIMAN SUDJATMIKO DAN ZAMAN BERGERAK: TENTANG ROMANTISME DAN REALISME POLITIK

Hari ini, yang perlu kita waspadai adalah Politik Etis, penghisap bersarung tangan beludru, bukan realisme politik Budiman Sudjatmiko Oleh: Ragil Nugroho (Aktivis 96) Pertemuan Budiman Sudjatmiko dengan Prabowo Subianto memang benar-benar berhasil menyatukan. Dari pemilihara burung, kelompok liberal, anarko hingga kiri paling mentok, bersatu untuk menghujatnya. Mereka yang sudah tercerai berai, memanggul hidup masing-masing, bersatu untuk membikin maklumat mengutuk langkah politik Budiman. Mereka menggelar persamuhan suci setiap 5 tahun sekali, menjaga hati agar tak ternodai. Apakah kehebatan Budiman sehingga bisa mengguncang sedemikian rupa?  Padahal sebelum Budiman, ketua PRD mulai dari Faisol Reza, Haris Rusly Moti hingga Dita Sari, tidak hanya bertemu Prabowo, tapi mendukungnya, kok, seperti lagu Natal, Sunyi Senyap? Tidak ada kutukan bahwa mereka berkhianat. Tidak ada hujatan bahwa mereka berdiri di atas korban-korban penculikan. Dan khotbah-khotbah moral semacamnya. Begitu Budima

LANGKAH BERANI BUDIMAN SUDJATMIKO

Ia ingin menyampaikan bahwa tidak perlu terus menerus merebus dendam masa lalu. Sebuah rekonsiliasi perlu dilakukan untuk membangun bangsa ini.  Oleh: Ragil Nugroho (Aktivis 96) Pertemuan Budiman Sudjatmiko dengan Prabowo Subianto mendapatkan banyak komentar. Ada yang senang, ada yang sinis ada pula yang mencaci. Komentar-komentar tersebut hal yang wajar dari setiap peristiwa politik. Komentar yang sinis rata-rata dari kolega Budiman di PRD dulu. Komentarnya masih kuno: masalah moral. Bahwa Budiman dianggap tak bermoral karena berangkulan dengan orang yang dianggap menculik teman-temannya sendiri. Foto dirinya yang membungkuk ketika bersalaman dengan Prabowo dianggap bentuk takluk di hadapan lawan politiknya. Mengapa komentar ini kuno? Sejak zaman dahulu sampai sekarang, tidak ada yang bisa menentukan moral siapa yang lebih bersih: kita atau mereka, saya atau lawan saya. Moral ada dalam ukuran pribadi atau kelompok. Ia tidak bisa dijadikan satu ukuran yang bisa dipakai dalam segala zam