Jack Snyder, dalam Democratization and Nationalist Conflict (2000), menyangsikan tentang demokrasi. Uraian sejarahnya menunjukkan, demokratisasi (masa transisi ke arah demokrasi) sering menimbulkan perang, SARA, disintegrasi bangsa. Perdamaian terpelihara antara negara yang demokrasinya matang.
Oleh: Noufal Riri Hananta || Arsitek & Pemerhati sosial-politik-budaya
JIKA pemikiran orang awam, selama dua puluh lima tahun perjalanan reformasi justru banyak menimbulkan kegaduhan politik nasional dibarengi serentetan bencana kelaparan, rendahnya moralitas pemimpin masyarakat. Jangan-jangan demokrasilah sumber semua ini?.
Tentu yang beranggapan demokrasi merupakan sumber segala konflik dan kegaduhan di tahun politik mungkin hanya segelintir orang. Banyak kalangan akan setuju bahwa kegaduhan dan konflik muncul merupakan dampak proses berdemokrasi. Keyakinan itu tertanam kuat sekali, jika demokrasi mendatangkan kemaslahatan umat dan kebaikan.
Jika dijalanan ngobrol dengan tukang becak, tukang ojeg, ibu-ibu pedagang sayur, kita dapat mendengar berbagai penuturan tingkat grass root cukup beragam, sebentuk apakah demokrasi itu?. Mengapa, dua puluh lima tahun bergulirnya reformasi yang terjadi justru naiknya harga kebutuhan hidup sebagai peristiwa sosial lingkungan terdekat. Atas fenomena itu, terdapat dua kesimpulan sementara yang bisa digunakan sebagai penilaian.
Pertama, tingkat pemahaman tak merata tentang pengertian demokrasinya. Sebab, paralelisme historis diakronis berdirinya Republik, kita mengalami lapisan Orde yang tumpuannya berbeda. Dalam setiap Ordenya, selalu berubah makna-pengartian demokrasinya.
Masa era Orla, Soekarno berkuasa, tentang demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin. Era Orba, Soeharto berkuasa, berganti corak dan makna demokrasi, hukum adalah puncak tertinggi atas aturan main kenegaraan (negara hukum). Era reformasi bergantinya presiden dari B.J. Habibie hingga Joko Widodo, belum juga mengukuhkan makna-pengartian demokrasinya meskipun upaya percepatan dilakukan.
Kedua, terjadi jarak yang bertingkat antara yang dipimpin dan yang memimpin. Sehingga proses komunikasi, transformasi, sosialisasi berkait dengan himbauan, kebijakan, bahkan ketetapan, masyarakat cenderung abai. Apalagi melihat getirnya masyarakat mempersoalkan korupsi, yang menggerogoti sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Terlebih demokrasi yang diterapkan lebih merupakan demokrasi tambal sulam.
KORUPSI SEBAGAI ALAT UKUR DEMOKRATISASI ?
Definisi demokrasi kini masih menjadi kebutuhan, demokrasi seperti apa yang ingin diterapkan. Demokrasi bersifat sentralistis ataukah terdesentralisasi. Demokrasi yang sentralistis, gabungan antara sistem monarki dan demokrasi, seperti diterapkan di Inggris, Jepang, Belanda, Thailand. Artinya, di luar lembaga politik mempunyai ruangan pengaruh di legislatif dan eksekutif, masih ada ruang yang tidak dapat diganggu, yaitu hak keluarga kerajaan. Atau langsung mengadopsi model demokrasi AS, yang efektif penerapannya dengan tingkat korupsi rendah, pada era Bill Clinton, AS demokratisasi sebagai dasar politik luar negerinya mencapai perdamaian dunia.
AS bersikukuh, menyebarkan demokrasi berarti meluaskan perdamaian. Sejarah menunjukkan, tidak ada dua negara demokrasi yang pernah saling memerangi. Lawrence E. Harrison, pernah membuat indeks negara-negara demokrasi. Indeks berskala satu sampai tujuh berisikan dua hal.
Pertama, berkait dengan hak-hak politik, Apakah para pimpinan pemerintahan dan anggota parlemen dipilih melalui pemilu, bebas dan bersih? Apakah warga negara berhak berkompetisi membentuk partai politik, organisasi lainnya? Apakah suara kelompok oposisi berkesempatan realistik meningkatkan dukungannya?
Kedua, kebebasan sipil termasuk kebebasan dan independensi media, kebebasan berbicara, lembaga peradilan, kesamaan dalam hukum, lembaga yudikatif tidak diskriminatif bahkan perlindungan teror politik. Ternyata indeks itu berkorelasi dengan Indeks persepsi korupsi 2023 (IPK) Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara.
Korelasinya, demokrasi pun berkecenderungan menjadikan masyarakat lebih sejahtera. Meski, korelasinya belum sepenuhnya terkait korupsi, semakin demokratis negara semakin terbebas dari korupsi, benarkah demikian?.
Sejumlah negara demokratis Asia tercatat sebagai negara tingkat korupsinya tinggi. Sebaliknya, negara tergolong di level demokratis rendah, tingkat korupsinya rendah (Singapura, Malaysia). Ilustrasinya, ternyata demokrasi lebih menyimpan pertanyaan daripada memerangi korupsi. Korupsi juga terjadi di negara yang mayoritas penduduknya agamis. Meskipun pengaruh etika begitu positif pada pemberantasan korupsi. Tetapi, etika tidak serta-merta dikaitkan tinggi-rendahnya religiusitas pelaku korupsi.
Konteks Indonesia, terjadinya proses demokratisasi tahun 1998 hingga 2023, melansir situs aclc.kpk.go.id, mengalami penurunan empat poin tahun 2022. Artinya, paparan data statistik penurunan skor tersebut jangan dijadikan seolah-olah berkorelasi dengan "prestasi" demokrasi Indonesia.
TRANSISI DI TAHUN POLITIK
Jack Snyder, dalam Democratization and Nationalist Conflict (2000), menyangsikan tentang demokrasi. Uraian sejarahnya menunjukkan, demokratisasi (masa transisi ke arah demokrasi) sering menimbulkan perang, SARA, disintegrasi bangsa. Perdamaian terpelihara antara negara yang demokrasinya matang.
Lantas bagaimana demokrasi kita menyulut konflik SARA? Synder menyadari, secara populer nasionalisme mencakup banyak gejala, seperti kerusuhan etnis, politik luar negeri fasis yang agresif, patriotisme, perjuangan damai kelompok budaya guna mencapai hak-hak khusus. Bagi Synder, perubahan pengertian demokrasi juga mesti jelas, antara demokrasi yang matang dan yang sedang demokratisasi negara demokrasi yang matang, kebijakan pemerintah, termasuk politik luar negeri dan militer, diputuskan pejabat yang diangkat berdasarkan pemilihan umum yang luber dan jurdil. Semuanya didasari dengan kebebasan (berbicara, berkumpul).
Negara yang baru berusaha melaksanakan salah satu atau sebagian ciri-ciri tersebut merupakan yang sedang demokratisasi, sekalipun masih mengandung ciri-ciri lain bersifat tidak demokratik. Secara gamblang mencomot teori Synder, tentu kita dalam masa transisi, di mana yang sedang demokratisasi. Berdasar pengartian demokrasi dan nasionalisme, Synder mendedah bagaimana konflik (SARA, kerusuhan) muncul akibat proses demokratisasi. Rahasianya terletak dipartisipasi politik!.
Demokratisasi menuntut adanya partisipasi politik, demikian pula nasionalisme. Meskipun pada akhirnya partisipasi politik yang bersifat demokratik sangat berbeda dengan partisipasi politik yang bersifat nasionalistik.
Komentar
Posting Komentar