Langsung ke konten utama

PSI DAN TIKUS

Bila masing-masing kader PSI berada di tengah rakyat maka akan lebih mudah menghitung daerah merah, yaitu daerah yang telah kita kuasai.

Oleh: Danang Dananjoyo (Pensiunan)

Menjelang senja, orang-orang kampung biasanya bergerombol di teras rumah, pos ronda atau perempatan jalan. Sembari bergerombol, mereka mencoret-coret tanah, entah dengan jari tangan atau ranting. Apa yang mereka lakukan? Meramal nomor togel. Paling tidak sehari dua kali togel diputar. Togel Singapura diputar jam 18.00, sementara togel Hongkong jam 23.00.

Ada semacam Kitab Togel. Lewat kitab tersebut kita bisa menafsirkan mimpi semalam atau pertanda-pertanda apa saja, seperti bertemu orang tua, kejatuhan cicak atau kedatangan kucing hitam. Kitab tersebut berisi macam-macam hal terkait nomor togel. Bila bekicot memiliki nomor 02, anjing berkaitan dengan nomor 11. Bagaimana dengan nomor tikus? Nomor tikus adalah 15.

Kita tahu nomor punggung PSI (Partai Solidaritas Indonesia) adalah 15. Ada semacam keyakinan di kampung-kampung, bahwa seperti tikus, PSI akan menggerogoti keberadaan partai besar. Tentu saja yang digerogoti adalah suara partai-partai yang sudah mapan. Peluang itu tentu ada. Sebagai partai anak muda, PSI bisa mengisi kekosongan partai-partai yang ada, terutama pemihakan terhadap rakyat jelata, kaum buruh dan miskin perkotaan.

Tidak mudah menggerogoti partai-partai besar. Ada banyak hal yang harus dilakukan PSI. Paling tidak harus bisa merayu rakyat. Bagaimana caranya?

Nezar Patria dalam pengantar buku "Fidel: Tahun-Tahun Awalku", mengutip dialog Fidel Castro dengan Jeal Paul Sartre dalam buku "Satre on Cuba". Dialog tersebut berisi pertanyaan Satre kepada Fidel apakah akan memenuhi semua permintaan rakyat

+ "Ya, karena semua permintaan merefleksikan kebutuhan."

- "Bagaimana jika meminta bulan."

+"Kalau itu mereka minta, berarti rakyat memang membutuhkan."

Fidel, pemimpin revoluai Kuba, merupakan seseorang yang mencintai rakyatnya. Selama berkuasa di Kuba, ia hidup sederhana sebagaimana rakyat Kuba kebanyakan. Satrawan Gabriel Garcia Marquez mencatat: "Kursi pemerintahannya adalah dimana pun dia sedang menjejakkan kaki." Ia orang yang selalu mencari masalah rakyat sehingga sering turun ke tengah-tengah rakyat. Dengan mobil sederhana tanpa pengawalan, Fidel sering menyusuri jalanan Havana yang kumuh kapan pun ia mau. Dari pengelanaannya itu, ia mampu menangkap derita, gembira, air mata dan harapan-harapan rakyatnya. Dengan begitu ia dicintai dan mencintai rakyatnya.

(Foto: Pexels.com)

Mao Tse Tung dalam "The Little Red Book", pernah berkata bahwa semua kader partai "apa pun jabatan mereka, adalah pelayan rakyat, yang kita lakukan hanya untuk melayani rakyat." Selama ini, memang ada kesenjangan antara partai dan kadernya dengan rakyat. Sebagian besar kader-kader partai adalah kelas menengah. Mereka tidak pernah didik untuk melayani rakyat. Mereka hanya bertugas memanfaatkan rakyat dalam medan elektoral setiap lima tahun sekali. Baiklah, mungkin kita mempunyai segudang uang untuk membeli rakyat. Kita bisa memasang baliho dimana-mana dengan wajah terbaik kita. Namun, kita tinggal di atas awan yang tak pernah memahami persoalan rakyat. Yang kita tahu, rakyat hanya butuh uang kita agar mau memilih kita. Dengan begitu, kita bisa melenggang ke parlemen.

Jarak itu memang sengaja dipelihara. Kebijakan massa mengambang pada masa Orde Baru memang sengaja memisahkan partai dengan rakyat, seperti ikan dipisahkan dari air. Orde Baru ketakutan ketika partai politik tak terpisahkan dengan rakyat seperti masa Orde Lama. Sampai sekarang, entah sadar atau tidak, partai politik masih menerapkan prinsip massa mengambang. Partai hanya hidup setiap lima tahun sekali dan tak pernah berusaha berada di tengah-tengah. Dengan kondisi seperti ini, bagaimana bisa merayu rakyat?

Ada pengalaman menarik Semaoen ketika memimpin Serikat Islam cabang Semarang. Saat itu, wabah pes sedang mengganas di Semarang. Wabah tersebut disebarkan oleh tikus yang berkembang biak sangat pesat akibat sanitasi yang buruk. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1917 ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi rakyat. Pemerintah kolonial Belanda mengambil langkah pragmatis. Mereka membakar rumah penduduk yang menjadi sarang tikus. Rakyat hanya diberikan waktu 8 hari untuk meninggalkan rumah padahal mereka tak memiliki tempat tinggal lain. Situasi semakin memburuk. Serikat Islam Semarang yang mengetahui persoalan rakyat, turun tangan. Mereka menuntut pemerintah Belanda untuk membuatkan perumahan rakyat. Tuntutan ini mendapatkan simpati rakyat. Keanggotan Serikat Islam Semarang pun membengkak. Ini merupakan sebuah contoh ketika organisasi rakyat paham betul persoalan rakyat. Ia dengan cepat bisa membela kepetingan rakyat. Tanpa uang sogokan, akhirnya rakyat dengan sukarela bergabung dengan Serikat Islam.

Merayu rakyat bukan hal yang sulit apabila kita hidup di tengah-tengah mereka. Bila kita bertindak seperti cowboy, yang turun ke tengah-tengah rakyat hanya ketika ada bandit dan setelah bandit tumpas langsung pergi lagi, memang akan sulit merayu rakyat. Rakyat mungkin akan memberikan simpati karena kita membantu menumpas gerombolan bandit, namun mereka akan segera melupakan kita. Cara satu-satunya adalah tetap bersama rakyat.

Bila masing-masing kader PSI berada di tengah rakyat maka akan dengan mudah menghitung daerah merah, yaitu daerah yang telah kita kusai. Hal ini bisa terjadi bila terjadi perubahan cara berpikir. Ketika kader dan pengurus partai rela meninggalkan kantor-kantor partai yang ber AC untuk pindah tinggal bersama rakyat. Cara ini memang sulit karena tak mudah orang meninggalkan kemewahan yang telah digenggamnya. Namun, itu bukan berarti tidak bisa dilakukan.

Bila itu dilakukan maka PSI akan berhasil menjadi tikus.***

Komentar

  1. Keren sangat memotifssi dalam berjuang

    BalasHapus
  2. PSI mau reses aja bingung nentukan titik resesnya karena gak punya basis konstituen... wkwkwkw.. sampai hrs endorse massa dan titik utk reses... ajaib

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENJAKALA PDIP

Sepertinya PDIP sudah kesulitan membendung arus balik politik. Kanjeng Mami semakin ditinggalkan wong cilik. Oleh: Ragil Nugroho (Penikmat ikan koi) Aktivis tani era 90an yang pernah dicabut kumisnya oleh introgrator ketika tertangkap, Hari Gombloh, mengungkapkan bahwa pendukung Ganjar di tapal Kulonprogo tipis alias kecil. Padahal, beber warga Brosot ini, Kulonprogo merupakan salah satu kandang Banteng. Menurutnya, ini wajar karena Kulonprogo dekat dengan Wadas. Seperti kita tahu, selama beberapa tahun Wadas merupakan titik episentrum perlawanan terhadap Ganjar dan PDIP. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, ada ungkapan, " Sadumuk bathuk sanyari bumi ". Ungkapan ini bermakna bahwa satu sentuhan pada dahi dan satu pengurangan ukuran atas tanah (bumi) selebar jari saja bisa dibayar, dibela dengan nyawa (pati). Bagi orang Jawa, tanah adalah kehormatan dan harga diri. Sebagaimana sentuhan pada dahi yang menurut orang Jawa adalah penghinaan, maka penyerobotan tanah walaupun han