Langsung ke konten utama

SURAT TERBUKA UNTUK MEGAWATI

Mbak Ega, kau jangan dengarkan kritik orang tentang petugas partai. Kau adalah pemilik tunggal saham Banteng. Maka petugas partai harus kau pertahankan. Kau memang harus memiliki banyak boneka. Dengan begitu kekuasanmu akan langgeng dan orang akan terus memujamu. 

Oleh: Wibowo Arif (Budayawan)

Mbak Ega, mungkin sudah 100 kali kata "petugas partai" meluncur dari bibirmu yang mungil. Kata-kata itu meluncur tanpa rem sehingga blong. Tak mengherankan kalau kader-kadermu harus membilas itu dengan air tujuh kali dan sekali dicampur pasir. Mbak Ega memang keterlaluan. Menciptakan istilah yang bikin heboh dan puyeng kader-kader sendiri. Tapi itulah keunggulanmu, Mbak.

Sejak istilah petugas partai muncul, kandang Banteng dianggap banyak orang seperti rumah bordil. Kader-kader partai seperti PSK yang menjalankan tugas dari  germo. Mereka tak memiliki kebebasan, harus tunduk dan patuh dengan majikan. Inilah yang membuat kader-kadermu risau, Mbak Ega. Mereka tersiksa tapi tak berani berkata-kata. Siapa berani menentang kata-katamu pasti akan kau sikat. Kau tendang keluar dari kandang Banteng. Itulah ketegasanmu yang membuat kader-kadermu mrinding disko.

Mungkin hanya bocah Solo yang berani mengejekmu. Bocah bernama Gibran itu memakai baju bertuliskan "petugas parkir". Bocil yang masih ingusan itu berani sekali mengejekmu. Anak yang tak tau diuntung. Keterlaluan sekali. Padahal kaulah yang mendukung dirinya sebagai wali kota. Mbak Ega, anak-anak muda zaman sekarang memang banyak yang kurang ajar. Tak tahu berterima kasih. Mereka berani sekali dengan orang-orang tua. Seperti bocah alas yang tak tahu aturan. Untung kau selalu sabar menghadapinya. Kau suka mengelus-ngelus dadamu sendiri melihat kelakuan mereka.

Untung kau punya anak mami seperti Ganjar. Dia sangat nurut kepadamu. Kau suruh menolak Pildum U 20, dia nurut. Kau suruh jadi petugas partai yang manggut-manggut, dia patuh. Setelah Hasto, Ganjar adalah bonekamu yang paling lucu. Cuma dia belum belajar cara menangis, tapi dia sudah pandai menjilat. Inilah kelebihan Ganjar. Dia cepat belajar menjadi penjilat. Lidahnya sudah semakin lemas untuk melakukan itu. Maka Ganjar memang pas menjadi petugas partaimu. Jangan sia-siakan talenta Gajar dalam menjilat.

Jangan salah pilih, Mbak Ega. Kau salah memilih Jokowi. Jadinya kau banyak dikibuli. Jadinya kau remuk sendiri. Untung kau punya Pak BG yang setia menemanimu disaat risaumu. Maka ketika petugas partaimu mbalelo ada yang menghibur dirimu. Jangan sampai Ganjar berlaku kurang ajar kepada dirimu. 

Berkuasa memang nikmat, Mbak Ega. Memang benar kau harus punya petugas partai. Nggak mungkin to kau nyapres lagi walaupun kau bilang masih cantik dan menarik. Maka kau harus memastikan kekuasaanmu langgeng. Jangan sampai lepas. Maka Ganjar harus kau pegang erat-erat seperti lagu balonku tinggal lima. Sulit mencari orang seperti Ganjar yang rela kau rantai. Tak mudah menemukan orang yang dengan suka cita melucuti kemerdekaannya.

Mbak Ega, kau jangan dengarkan kritik orang tentang petugas partai. Kau adalah pemilik tunggal saham Banteng. Maka petugas partai harus kau pertahankan. Kau memang harus memiliki banyak boneka. Dengan begitu kekuasanmu akan langgeng dan orang akan terus memujamu. 

Tanpa petugas partai kau hanya akan dianggap sebagai nenek-nenek. Jangan sampai itu terjadi. Sebagai anak Sukarno, kau harus memegang kendali. Berlakulah kejam seperti pinjol. Teror semua petugas partaimu agar membayar hutang kepadamu. Datangi mereka lewat mimpi-mimpi buruk sampai mereka mandi keringat. 

Mbak Ega, istilah petugas partai merupakan penemuanmu yang paling jenius di abad ini. Bagaimana tidak, orang jadi tahu kalau partaimu hanya menempatkan kader-kadernya sebagai robot-robot saja. Orang juga jadi tahu kalau PDIP seperti sekte Banteng dimana seluruh sentral kekuasaan ada digenggaman Bunda Banteng. Dengan begitu, setiap orang yang masuk ke partaimu harus melepas kemandiriannya. Semua harus rela sebagai petugas partai yang tunduk patuh. Ketika kau minta mereka menyeruduk, semuanya harus melakukan itu. Tatkala kau memerintahkan mereka menyembah dirimu, mereka harus merebahkan diri. Kau benar-benar seperti peniup seruling dari Hamelin. Begitu seruling kau tiup masuk ke tepi jurang, mereka akan setia mengikutimu.

Perlakukan Ganjar sebagai petugas partai yang tak akan memberentok, Mbak Ega. Jangan sampai dia seperti kata Trimedya menjadi kleminti/arogan. Jangan sampai juga berubah menjadi celeng seperti kata Bambang Pacul. Pepet terus Ganjar agar tak macam-macam. Jadikan dia petugas partai yang tak menggigit tuannya. Latih terus-menerus agar dia selalu patuh kepadamu. Ikat lehernya dengan kesetiaan.***

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENJAKALA PDIP

Sepertinya PDIP sudah kesulitan membendung arus balik politik. Kanjeng Mami semakin ditinggalkan wong cilik. Oleh: Ragil Nugroho (Penikmat ikan koi) Aktivis tani era 90an yang pernah dicabut kumisnya oleh introgrator ketika tertangkap, Hari Gombloh, mengungkapkan bahwa pendukung Ganjar di tapal Kulonprogo tipis alias kecil. Padahal, beber warga Brosot ini, Kulonprogo merupakan salah satu kandang Banteng. Menurutnya, ini wajar karena Kulonprogo dekat dengan Wadas. Seperti kita tahu, selama beberapa tahun Wadas merupakan titik episentrum perlawanan terhadap Ganjar dan PDIP. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, ada ungkapan, " Sadumuk bathuk sanyari bumi ". Ungkapan ini bermakna bahwa satu sentuhan pada dahi dan satu pengurangan ukuran atas tanah (bumi) selebar jari saja bisa dibayar, dibela dengan nyawa (pati). Bagi orang Jawa, tanah adalah kehormatan dan harga diri. Sebagaimana sentuhan pada dahi yang menurut orang Jawa adalah penghinaan, maka penyerobotan tanah walaupun han