Langsung ke konten utama

Mantan Aktivis 98 : Gerakan Pemakzulan Jokowi Bisa Memunculkan Reaksi Balik Dari Rakyat Indonesia

Mantan Aktivis 98 Muhammad Ikhyar Velayati mengingatkan elit politik khususnya timses capres agar menggunakan strategi yang konstitusional sesuai aturan hukum yang berlaku di  dalam kontestasi pilpres 2024. Hal ini di ungkap oleh ikhyar merespon gerakan pemakzulan Jokowi yang di pelopori oleh petisi 100.

Menurut Ikhyar jika gerakan inkonstitusional serta narasi yang selalu menghujat Presiden Jokowi dan pemerintah tetap di lakukan oleh pihak oposisi, justru bisa memancing reaksi balik dari mayoritas Rakyat Indonesia pendukung Jokowi.

" Harus di ingat lho, tingkat kepuasan terhadap kinerja Jokowi 78,3% , artinya mayoritas rakyat ini pendukung Jokowi, jika Jokowi di makzulkan oleh segelintir elit dengan cara cara yang inkonstitusional, walaupun hanya sebatas wacana bisa memunculkan reaksi balik dari mayoritas rakyat  Indonesia," tegas Ikhyar Di Medan, Sabtu (20/1/2024).

Ikhyar menambahkan,  reaksi balik silent mayority pendukung Jokowi terjadi saat salah satu partai di parlemen menyerang berbagai kebijakan Jokowi yang berdampak pada penurunan elektabilitas Partai dan Capres yang di usungnya.

' Dari berbagai hasil survey terbukti kok, misalnya serangan yang di lakukan salah satu partai besar terhadap berbagai kebijakan Jokowi justru membuat elektabilitas partai tersebut dan Capresnya  anjlok di titik terendah , terjadi migrasi pemilih partai tersebut ke Gerindra dan Capres Prabowo-Gibran, fakta tersebut terlihat dari analisis berbagai lembaga survey," jelas Ikhyar yang pernah menjabat Komisaris Politik DPP PRD era 1998.

Aktivis PRD yang pernah beberapa kali di tahan di era Orde Baru ini menilai reaksi balik pendukung Jokowi tersebut masih sebatas hukuman elektoral , tetapi jika gerakan pemakzulan yang di lakukan elit politik semakin tidak terkendali, bukan tidak mungkin silent mayority pendukung Jokowi akan bergerak aktif melakukan perlawanan hukum serta  aksi aksi massa dalam jumlah besar.

" Bukan tidak mungkin silent mayority pendukung Jokowi akan melakukan perlawanan aktif jika terus di provokasi dengan gerakan pemakzulan serta narasi hoax yang menyudutkan Jokowi," kata Ikhyar.

Sebelumnya di beritakan 22 Tokoh Petisi 100 mendatangi Kantor Menko Polhukam Mahfud MD untuk melaporkan dugaan kecurangan Pemilu 2024 hingga pemakzulan terhadap Jokowi.

"Ada 22 orang (yang datang). Mereka menyampaikan, tidak percaya, pemilu ini berjalan curang. Oleh sebab itu nampaknya sudah berjalan kecurangan-kecurangan. Sehingga mereka minta ke Menko Polhukam untuk melakukan tindakan, melalui desk pemilu yang ada," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Gerakan petisi 100 tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Yusril Ihza Mahendra pakar Hukum Tata Negara menilai bahwa permintaan Kelompok Petisi 100 yang ingin agar Presiden Joko Widodo dimakzulkan jelang momen pemilihan umum (Pemilu) adalah inkonstitusional, karena tidak sejalan dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 7B

"Perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan Presiden telah melakukan pelanggaran di atas. Andaipun DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh MK," kata Yusril.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SENJAKALA PDIP

Sepertinya PDIP sudah kesulitan membendung arus balik politik. Kanjeng Mami semakin ditinggalkan wong cilik. Oleh: Ragil Nugroho (Penikmat ikan koi) Aktivis tani era 90an yang pernah dicabut kumisnya oleh introgrator ketika tertangkap, Hari Gombloh, mengungkapkan bahwa pendukung Ganjar di tapal Kulonprogo tipis alias kecil. Padahal, beber warga Brosot ini, Kulonprogo merupakan salah satu kandang Banteng. Menurutnya, ini wajar karena Kulonprogo dekat dengan Wadas. Seperti kita tahu, selama beberapa tahun Wadas merupakan titik episentrum perlawanan terhadap Ganjar dan PDIP. Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, ada ungkapan, " Sadumuk bathuk sanyari bumi ". Ungkapan ini bermakna bahwa satu sentuhan pada dahi dan satu pengurangan ukuran atas tanah (bumi) selebar jari saja bisa dibayar, dibela dengan nyawa (pati). Bagi orang Jawa, tanah adalah kehormatan dan harga diri. Sebagaimana sentuhan pada dahi yang menurut orang Jawa adalah penghinaan, maka penyerobotan tanah walaupun han